Warga Kuningan, Jawa Barat, baru-baru ini dibuat heboh. Bayangkan saja, di tengah guyuran hujan, sebuah pohon jati dilaporkan mengeluarkan api! Tentu saja, kejadian ini langsung memicu rasa penasaran dan berbagai spekulasi. Kok bisa, ya, pohon yang seharusnya basah malah terbakar? Mari kita coba bedah apa saja kemungkinan di balik fenomena misterius ini, dari faktor lingkungan sampai penjelasan ilmiahnya.
Kenapa Pohon Jati Bisa Kebakaran?
Kebakaran hutan, termasuk yang melibatkan pohon jati, bukan perkara sederhana. Ada banyak faktor yang saling berkaitan. Memahami faktor-faktor ini penting banget buat mencari tahu kenapa kejadian aneh di Kuningan itu bisa terjadi.
Api Butuh Bahan Bakar, Oksigen, dan Pemantik
Supaya api bisa menyala, minimal harus ada tiga elemen penting: bahan bakar, oksigen, dan sumber api. Di hutan jati, “bahan bakar” utamanya seringkali adalah serasah. Serasah itu, ya, tumpukan daun-daun kering yang berjatuhan dan menutupi tanah hutan. Nah, serasah ini gampang banget terbakar, apalagi kalau kondisinya kering kerontang. Oksigen? Tentu saja selalu ada di sekitar kita. Sumber api bisa macam-macam, dari ulah manusia sampai fenomena alam seperti petir. Jadi, tumpukan serasah inilah yang jadi santapan utama si jago merah kalau kebakaran terjadi.
Umur Pohon Jati Juga Pengaruh
Usia pohon jati ternyata juga punya andil dalam menentukan seberapa rentan dia terhadap kebakaran. Pohon jati yang sudah tua biasanya punya kulit batang yang lebih tebal, tapi sayangnya kadar air di dalamnya justru lebih sedikit. Kulit yang tebal memang bisa melindungi batang dari kobaran api, tapi kalau kadar airnya rendah, ya tetap saja risiko terbakarnya meningkat. Sebaliknya, pohon jati muda mungkin kulitnya lebih tipis, tapi kandungan airnya lebih tinggi, jadi lebih tahan terhadap api.
Cuaca Juga Ikut Campur
Kondisi cuaca, terutama curah hujan dan suhu, punya pengaruh besar terhadap risiko kebakaran hutan jati. Daerah yang jarang hujan dan suhunya tinggi biasanya lebih rawan kebakaran. Soalnya, kondisi kering dan panas bikin vegetasi hutan, termasuk serasah, jadi kering dan gampang banget terbakar. “Curah hujan itu penting banget. Semakin sedikit hujannya, potensi kebakaran semakin tinggi,” kata Dr. Ir. Bambang Suryanto, seorang ahli kehutanan dari Universitas Padjadjaran.
Petir: Biang Kerok yang Sering Diabaikan
Meskipun seringkali manusia yang jadi penyebab utama kebakaran hutan, sambaran petir juga bisa jadi pemicu, apalagi di daerah yang curah hujannya tinggi tapi kelembabannya rendah. Pohon jati, karena tingginya, berpotensi jadi sasaran empuk petir. Energi listrik yang sangat besar dari petir bisa memanaskan pohon secara instan, memicu percikan api, dan membakar kayu.
Jangan Lupa, Ulah Manusia Juga Berbahaya
Nggak bisa dipungkiri, aktivitas manusia adalah penyebab paling umum kebakaran hutan. Buang puntung rokok sembarangan, bakar sampah di dekat hutan, atau kegiatan lain yang melibatkan api tanpa pengawasan bisa memicu kebakaran yang merusak. Selain itu, pembukaan lahan dengan cara membakar juga masih sering dilakukan, padahal jelas-jelas dilarang karena risikonya sangat tinggi.
Petir Tanpa Guntur: Mungkinkah?
Balik lagi ke kasus pohon jati yang menyala saat hujan di Kuningan. Muncul pertanyaan: apakah penyebabnya petir, atau ada faktor lain? Warga yang melihat kejadian itu bilang nggak ada suara petir saat pohon jati terbakar. Tapi, mungkinkah petir terjadi tanpa suara gemuruh?
Kata Ilmuwan: Bisa Jadi!
Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) menjelaskan bahwa petir tanpa guntur itu mungkin saja terjadi. Guntur adalah suara yang dihasilkan oleh pemanasan mendadak udara di sekitar jalur petir. Nah, kalau petirnya terjadi jauh banget, suara guntur mungkin nggak kedengaran karena merambat melalui udara dan teredam oleh jarak dan kondisi atmosfer. Fenomena ini sering disebut “kilat panas” dan lebih sering terjadi di musim panas.
Dari laporan yang dikumpulkan, warga yang menyaksikan kejadian di Kuningan memberikan beberapa fakta penting. Pertama, api terlihat di pohon jati setinggi 10 meter di lahan Perhutani. Kedua, saat kejadian, hujan rintik-rintik sedang turun. Ketiga, tidak ada bekas pembakaran di bawah pohon. Keempat, api tidak membakar ranting atau pagar bambu di sekitar pohon. Kelima, tidak ada suara petir yang terdengar. Dan keenam, api padam sendiri karena hujan.
Meski nggak ada suara petir, kemungkinan pohon jati itu tersambar petir tetap ada. Hujan rintik-rintik mungkin nggak cukup buat memadamkan api yang dipicu oleh energi petir. Selain itu, nggak adanya bekas pembakaran di bawah pohon bisa jadi petunjuk kalau api asalnya dari dalam pohon itu sendiri, bukan dari luar.
“Kemungkinan sambaran petir sangat besar, apalagi mengingat kondisi cuaca dan posisi pohon yang cukup tinggi,” kata Ir. Agus Salim, peneliti cuaca dan iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). “Tapi, perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan apa penyebab pastinya.”
Kasus pohon jati yang menyala saat hujan di Kuningan ini memang menarik. Ini adalah contoh bagaimana alam bisa menciptakan fenomena yang membingungkan sekaligus memicu rasa ingin tahu. Meskipun penjelasan ilmiah tentang petir tanpa guntur memberikan jawaban yang masuk akal, penelitian lebih lanjut tetap dibutuhkan untuk memastikan penyebab pastinya. Sambil menunggu hasil penelitian, penting bagi kita semua untuk tetap waspada terhadap potensi kebakaran hutan, terutama saat musim kemarau, dan selalu berhati-hati saat beraktivitas yang melibatkan api.





Leave a Comment