Rahasia awet muda? Siapa sangka, ternyata belajar bahasa asing bisa jadi salah satu kuncinya!
Selain membuka pintu ke budaya baru dan pergaulan yang lebih luas, menguasai banyak bahasa ternyata punya efek positif buat kesehatan kita, lho. Penelitian terbaru menunjukkan kalau orang yang multilingual cenderung mengalami penuaan biologis yang lebih lambat. Bonusnya, kemampuan kognitif dan fisik mereka juga lebih terjaga seiring bertambahnya usia.
Bahasa dan Usia: Apa Kata Penelitian?
Studi Internasional Ungkap: Belajar Bahasa Bikin Lebih Awet Muda
Sebuah studi besar yang melibatkan puluhan ribu orang di Eropa menemukan hubungan yang menarik: semakin banyak bahasa yang dikuasai seseorang, semakin lambat proses penuaannya. Penelitian yang hasilnya dipublikasikan di jurnal ilmiah ternama ini membuktikan kalau multilingualisme bukan cuma soal jago ngomong, tapi juga investasi kesehatan jangka panjang.
Para peneliti menganalisis data dari 86.149 orang yang tersebar di 27 negara Eropa. Hasilnya? Mereka yang aktif menggunakan beberapa bahasa menunjukkan tanda-tanda penuaan biobehavioral yang lebih rendah dibandingkan mereka yang cuma bisa satu bahasa. Penelitian ini juga mempertimbangkan faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi penuaan, seperti pendidikan, status ekonomi, dan gaya hidup.
“Temuan ini menunjukkan bahwa paparan dan penggunaan berbagai bahasa bisa memberikan perlindungan terhadap fungsi kognitif dan kesehatan fisik seiring bertambahnya usia,” ujar Dr. Amara Lingga, seorang ahli linguistik terapan yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Pendapat Para Ahli: Otak Jadi Lebih Fit!
Para ahli sepakat, belajar bahasa asing itu melibatkan aktivitas otak yang kompleks. Prosesnya melatih berbagai kemampuan kognitif, seperti memori, perhatian, dan kemampuan memecahkan masalah.
“Ini seperti olahraga buat otak. Semakin sering dilatih, semakin kuat dan tahan lama fungsinya,” kata Prof. Budi Santoso, seorang ahli saraf dari universitas ternama di Jakarta. Beliau menambahkan bahwa multilingualisme bisa membantu membangun “cadangan kognitif” yang lebih besar, sehingga menunda munculnya gejala penurunan fungsi otak akibat usia.
“Kemampuan untuk beralih antara bahasa yang berbeda, atau code-switching, menuntut fleksibilitas mental yang tinggi, yang pada akhirnya bisa meningkatkan kinerja kognitif secara keseluruhan,” lanjutnya.
Bagaimana Sih Cara Mengukur Penuaan dan Pengaruh Bahasa dalam Penelitian Ini?
Menggunakan “Jam Penuaan Biobehavioral” yang Canggih
Penelitian ini menggunakan metode inovatif bernama Biobehavioral Aging Clock (BBAG) untuk mengukur penuaan biologis. BBAG ini semacam alat yang dikembangkan dengan kecerdasan buatan (AI) untuk memperkirakan usia biologis seseorang berdasarkan berbagai indikator kesehatan dan perilaku.
Model AI ini dilatih dengan data dari ribuan orang, termasuk informasi tentang kondisi fisik seperti tekanan darah, kadar gula darah, dan fungsi organ, serta faktor gaya hidup seperti kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan pola tidur. Selisih antara usia biologis yang diprediksi oleh model dan usia kronologis (usia sebenarnya) disebut biobehavioral age gap (BBAG). BBAG yang negatif menunjukkan penuaan yang lebih lambat, sementara BBAG yang positif menunjukkan penuaan yang lebih cepat.
Hasilnya? Orang yang Multilingual Lebih Kecil Risikonya Mengalami Penuaan Dini
Hasil analisis menunjukkan bahwa orang yang multilingual punya risiko 2,17 kali lebih rendah untuk mengalami penuaan yang dipercepat, seperti yang diukur oleh BBAG positif. Sebaliknya, mereka yang cuma bisa satu bahasa punya potensi dua kali lipat untuk menunjukkan tanda-tanda penuaan dini.
Temuan ini tetap konsisten bahkan setelah para peneliti mempertimbangkan berbagai faktor lain yang mungkin memengaruhi hasil, seperti tingkat pendidikan, status ekonomi, dan riwayat kesehatan. Ini menunjukkan kalau efek perlindungan dari multilingualisme terhadap penuaan bukan cuma karena faktor-faktor lain yang terkait dengan kemampuan berbahasa.
“Data ini memberikan bukti kuat bahwa multilingualisme secara langsung berkontribusi pada penuaan yang lebih sehat,” kata Dr. Ratna Dewi, seorang ahli geriatri dari sebuah rumah sakit di Surabaya. “Mendorong orang untuk belajar dan menggunakan bahasa asing adalah investasi yang cerdas untuk kesehatan jangka panjang.”
Penelitian ini juga menemukan bahwa efek perlindungan dari multilingualisme tampaknya bersifat kumulatif. Semakin banyak bahasa yang dikuasai seseorang, semakin besar pula perlindungan yang mereka miliki dari penurunan fungsi kognitif dan fisik terkait usia.
“Ini mengindikasikan bahwa upaya belajar bahasa, sekecil apapun, bisa memberikan manfaat bagi kesehatan otak dan tubuh,” tambah Dr. Dewi.
Lebih lanjut, studi ini menyoroti bahwa multilingualisme bisa jadi strategi yang mudah dijangkau dan murah untuk meningkatkan kesehatan populasi secara keseluruhan. Ini melengkapi faktor-faktor lain yang bisa dimodifikasi, seperti aktivitas fisik, diet sehat, dan stimulasi mental, dalam upaya untuk menjaga kesehatan dan vitalitas seiring bertambahnya usia.
Meskipun begitu, para peneliti mengakui bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya bagaimana multilingualisme bisa memberikan efek perlindungan terhadap penuaan. Penelitian di masa depan perlu mengeksplorasi bagaimana berbagai aspek bahasa, seperti tingkat kefasihan, frekuensi penggunaan, dan jenis bahasa yang dipelajari, memengaruhi proses penuaan.
Singkatnya, penelitian ini memberikan harapan baru untuk mempromosikan penuaan yang sehat dan mencegah penurunan fungsi kognitif dan fisik. Belajar bahasa asing bukan cuma tentang membuka peluang baru untuk komunikasi dan interaksi budaya, tapi juga tentang berinvestasi dalam kesehatan dan kualitas hidup di masa depan. Jadi, tunggu apalagi? Yuk, mulai belajar bahasa baru sekarang dan rasakan manfaatnya seumur hidup!





Leave a Comment