Jotti, alumni ITB dengan IPK hampir sempurna dan segudang publikasi internasional, membuktikan bahwa kegigihan plus bimbingan yang tepat bisa menghasilkan karya berkelas dunia. Kisahnya ini diharapkan bisa jadi penyemangat buat anak muda Indonesia untuk terus berinovasi dan berkontribusi untuk kemajuan bangsa.
Kisah Pendidikan yang Menginspirasi
Gelar Doktor dengan Publikasi Mendunia
Nama Jotti Kurniawan kini bersinar terang di antara lulusan berprestasi Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia sukses meraih gelar doktor dari program studi Sain dan Teknologi Nano Sekolah Pascasarjana ITB dengan sederet prestasi mentereng. Bayangkan saja, selama kuliah doktor, Jotti berhasil menerbitkan 10 artikel ilmiah dan 3 prosiding! Bukan cuma angka, tapi bukti nyata dedikasi dan kerja kerasnya mendalami bidang yang ia cintai. Lebih keren lagi, sebagian besar artikelnya terbit di jurnal internasional bergengsi, dengan 8 artikel masuk Q1 dan 2 artikel Q2. Puncaknya? IPK nyaris sempurna, 3,98!
Mentoran dari Profesor Top Dunia
Sukses Jotti tentu enggak lepas dari peran penting para pembimbingnya. Ia dibimbing langsung oleh dua peneliti terbaik ITB yang masuk daftar World’s Top 2% Scientist, yaitu Prof. Dr. Eng. Ferry Iskandar M.Eng sebagai supervisor dan Afriyanti Sumboja Ph.D sebagai co-supervisor. “Kalau kita dibimbing sama orang-orang hebat, minimal kita dapat ‘kebiasaan’ yang sama,” kata Jotti, seperti dikutip dari laman resmi ITB, Sabtu (25/5/2024). Ia menambahkan, pengalaman berharga ini memotivasinya untuk meniru kebiasaan positif para pembimbingnya, terutama soal publikasi ilmiah.
Fokus ke Pengembangan Baterai Ion Litium
Awal Mula Ketertarikan pada Baterai
Ketertarikan Jotti pada baterai ion litium sudah muncul sejak ia mengambil program Magister Fisika di ITB tahun 2018. Menurutnya, pengembangan baterai ion litium punya potensi besar, terutama dalam hal penyimpanan energi (energy storage). Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam (SDA), punya peluang besar jadi pemain utama di industri baterai. Tapi, pengelolaan SDA yang melimpah ini harus dibarengi dengan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Itulah yang mendorong Jotti terjun ke pengembangan teknologi baterai.
Sempat Jatuh Bangun di Awal Kuliah
Perjalanan Jotti dalam mengembangkan baterai ion litium enggak selalu berjalan mulus. Di dua tahun pertama kuliahnya, ia sempat gagal karena kurang pengalaman. Tapi, ia enggak menyerah. Dengan tekad membara, ia terus meningkatkan pengetahuannya tentang baterai dari berbagai sumber, mulai dari jurnal ilmiah, seminar internasional, sampai diskusi langsung dengan para ahli baterai. Hasilnya mulai kelihatan ketika ia masuk S3 di ITB. “Begitu masuk ITB dapat tantangan baru mengembangkan baterai ion litium tanpa (ada) background sama sekali,” ujarnya. “Dua tahun awal struggle, isinya kegagalan. Baru di awal-awal S3 mulai dapat hasil yang bagus. Dari situ mulai senang riset di bidang penyimpanan energi, terutama baterai ion litium.”
Berkontribusi untuk Indonesia Emas
Bergabung dengan Tim Riset Baterai BRIN
Setelah lulus doktor, Jotti memilih untuk terus berkecimpung di dunia riset baterai ion litium. Baginya, ini adalah cara nyata mengamalkan ilmu yang sudah didapat untuk kemajuan bangsa, demi mewujudkan cita-cita Indonesia Emas. Sekarang, ia bergabung dengan program postdoctoral di tim riset baterai di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ia juga akan terus meneliti di bawah Pusat Penelitian Nanosains dan Nanoteknologi (PPNN) ITB. “Ini langkah strategis untuk masa depan,” kata Dr. Agus Purwanto, Kepala PPNN ITB. “Kami butuh talenta muda seperti Jotti untuk memajukan riset dan inovasi di bidang energi.”
Pesan untuk Generasi Muda
Sebagai peneliti, Jotti berharap bisa terus mengembangkan ilmunya melalui proses belajar seumur hidup. Ia juga berpesan pada para peneliti muda di bidang lain untuk terus mengasah pengetahuan agar bisa berkontribusi mewujudkan Indonesia Emas. “Generasi muda bertanggung jawab untuk ini, jadi harus banyak belajar,” pesannya. “Apapun bidangnya, kuncinya adalah bersungguh-sungguh.” Lebih lanjut, Jotti menambahkan, kolaborasi antara peneliti muda dan senior, serta dukungan dari pemerintah dan industri, sangat penting untuk menciptakan ekosistem riset yang kondusif. Inovasi dan penemuan baru butuh proses panjang dan berkelanjutan. Jadi, kesabaran dan ketekunan jadi kunci utama meraih sukses di bidang penelitian.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), jumlah peneliti di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara maju. Kisah inspiratif seperti Jotti diharapkan bisa memotivasi lebih banyak anak muda untuk terjun ke dunia riset dan berkontribusi untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Pemerintah juga terus berusaha meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan, serta memberikan dukungan kepada para peneliti melalui berbagai program beasiswa dan hibah penelitian.





Leave a Comment