Dunia pendidikan kita sedang menghadapi masalah serius: jurnal predator. Istilah kerennya sih “jurnal predator”, tapi sederhananya, ini adalah jurnal abal-abal yang bisa merusak kualitas riset dan pendidikan di Indonesia. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pun turun tangan memberikan masukan, supaya publikasi ilmiah kita makin berkualitas dan para peneliti terlindungi dari praktik yang merugikan ini.
Jurnal Predator: Musuh dalam Selimut Dunia Pendidikan
Apa sih Jurnal Predator Itu?
Bayangkan begini, kamu mau menerbitkan hasil penelitianmu. Nah, jurnal predator ini menjanjikan proses yang cepat dan mudah. Tapi, hati-hati! Jurnal-jurnal ini biasanya tidak melakukan peninjauan yang benar. Mereka cuma mengejar biaya publikasi dari penulis tanpa memberikan layanan editorial dan validasi yang memadai.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora BRIN, Ahmad Najib Burhani, menjelaskan bahaya laten jurnal predator ini. Menurutnya, praktik ini bisa merusak fondasi pendidikan kita. Ibaratnya, sama saja dengan melegalkan penipuan. Akibatnya bisa fatal: kredibilitas peneliti hancur, informasi yang disebarkan tidak valid, dan sumber daya riset terbuang percuma.
Indonesia di Pusaran Jurnal Abal-Abal
Ironisnya, Indonesia menduduki peringkat kedua terbanyak di dunia dalam peredaran jurnal predator, hanya kalah dari Kazakhstan. Ini menunjukkan bahwa masalah ini sangat serius dan perlu segera diatasi. Peredaran jurnal predator yang masif bukan hanya mencoreng nama baik riset kita, tapi juga merugikan peneliti, akademisi, dan masyarakat luas.
Bahaya Mengintai di Dunia Profesi
Ancaman jurnal predator ini tidak hanya terbatas di dunia akademis, lho. Najib Burhani menyoroti potensi bahaya yang lebih luas, terutama jika praktik ini merambah ke bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan keselamatan manusia, seperti kedokteran.
Coba bayangkan, jika rekomendasi pengobatan berasal dari riset abal-abal, dampaknya bisa sangat serius bagi kesehatan pasien. Inilah mengapa kita harus menghindari jurnal predator. Publikasi riset yang tidak valid di bidang kedokteran bisa menyebabkan kesalahan diagnosis, pengobatan yang tidak tepat, dan bahkan membahayakan nyawa.
Reputasi Riset Indonesia Tercoreng
Maraknya jurnal predator di Indonesia juga memengaruhi pandangan komunitas ilmiah internasional. Najib Burhani menceritakan pengalamannya mendengar bahwa ada imbauan dari pemangku kebijakan riset di Peru kepada para penelitinya untuk tidak mudah bekerja sama dengan peneliti Indonesia. Imbauan ini mencerminkan kekhawatiran terhadap kredibilitas publikasi ilmiah kita. Tentu saja, ini berdampak negatif pada reputasi riset Indonesia di mata dunia.
BRIN Beri Rekomendasi: Bagaimana Meningkatkan Kualitas Publikasi Ilmiah?
Harapan pada Kemendiktisaintek yang Baru
Menanggapi masalah ini, Najib Burhani berharap agar Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang akan datang memberikan perhatian khusus pada peningkatan kualitas publikasi ilmiah di Indonesia. Ia mengusulkan agar Kemendiktisaintek fokus menangani persoalan pendidikan tinggi, termasuk riset dan publikasi. Dengan begitu, Indonesia bisa memberikan kontribusi yang lebih berarti di bidang akademik global dan tidak dipandang sebelah mata oleh negara lain.
“Dulu, di era Mas Menteri Nadiem Makarim, fokusnya pada tiga dosa besar pendidikan: kekerasan, intoleransi, dan bullying. Nah, kita berharap Kemendiktisaintek ini bisa fokus menangani persoalan pendidikan tinggi, termasuk riset dan publikasi,” jelasnya.
Pentingnya Link and Match Pendidikan dan Dunia Kerja
Sementara itu, peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN, Anggi Afriansyah, menyoroti adanya kesenjangan antara pendidikan dan dunia kerja. Menurutnya, perlu ada link and match yang lebih baik antara kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri dan pasar tenaga kerja.
“Ini membutuhkan link and match antara pendidikan dengan ketenagakerjaan, dan bagaimana kesulitan para pemuda untuk mendapatkan pekerjaan,” jelasnya. Data menunjukkan peningkatan di bidang pendidikan, tetapi banyak lulusan kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka.
Pendidikan Berbasis Pancasila Itu Penting
Anggi Afriansyah merekomendasikan agar pendidikan di Indonesia didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan dapat membantu membentuk karakter dan moral generasi muda, serta meningkatkan rasa cinta tanah air dan semangat gotong royong. Pemerintah memiliki peran penting dalam mengimplementasikan pendidikan berbasis Pancasila ini.
Kritik Tata Kelola Pendidikan
Namun, Anggi Afriansyah juga mengkritik tata kelola pendidikan di Indonesia yang seringkali hanya terpaku pada penyusunan rencana tanpa implementasi yang efektif. Ia menekankan pentingnya implementasi kebijakan program secara optimal. Sinergi dan kolaborasi antar lembaga dan kementerian terkait juga menjadi kunci keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan.
Kebijakan Pendidikan Jangan Jalan Sendiri
Anggi Afriansyah juga menyoroti pentingnya kebijakan pendidikan yang terintegrasi dengan kebijakan-kebijakan lain, seperti kebijakan kesehatan, kependudukan, dan ekonomi. Kebijakan pendidikan tidak boleh berdiri sendiri, melainkan harus memperhatikan konteks yang lebih luas. Dengan begitu, kebijakan pendidikan dapat memberikan dampak yang lebih signifikan dan berkelanjutan.
“Jadi, dalam berbicara tentang pendidikan, kita harus memperhatikan pendidikan yang berbasis ruang dialog. Namun yang lebih penting adalah mencerdaskan bangsa sesuai dengan amanat konstitusi,” pungkasnya. BRIN berharap, dengan masukan-masukan ini, kualitas publikasi ilmiah di Indonesia dapat meningkat, dan dunia pendidikan Indonesia dapat semakin berdaya saing di mata internasional.
Leave a Comment